Funny Moment With PC.IPM ( OVJ PC.IPM Cileungsi )

Minggu, 12 Mei 2013

CERPEN: UKHIBBUKI FILLAH (Mencintaimu Karena Allah)

Akhirnya sampai juga di tempat ini, entah bagaimana bentuk hatiku sekarang, tak ada satu katapun yang sanggup menggambarkannya. Aku duduk bersimpuh dengan orang-orang lainnya, beberapa langkah di depanku, tertata beberapa meja yang dibalut kain putih dan dirangkai indah. Meja yang di tengah kosong dan hanya ada beberapa lembar kertas yang sudah kutahu isinya. Di atas meja lain, terlihat bingkisan indah yang di dalamnya ada benda-benda istimewa dengan rangkaian unik. Beberapa perhiasan emas yang disususn rapi, seperangkat alat sholat dan al-Qur’an yang disusun sedemikian indahnya. Baru beberapa orang yang hadir saat itu, mungkin 20 menit lagi acara segera dimulai.
Aku diam memadangi meja-meja putih itu,
meja-meja putih yang semakin mengiris hatiku. Apalagi berada di masjid besar ini, sungguh tak ada yang bisa aku lakukan. Masjid yang dulu pernah aku impikan sebagai saksi hidup baruku, tapi Allah berkehendak lain.
“Mi, kamu pernah punya impian? Mau akad nikah dimana?”
“Punya, aku pingin akad nikah di masjid UGM, hahahaha… Terus resepsinya di Graha Sabha. Aku mau undang semua orang yang pernah kenal ama aku, pokoknya semuanya boleh datang. Pernikahanku, akan jadi hari paling bahagia buat aku dan juga buat orang lain. Hihihii,, Lucu ya? Kalau kamu, Bi?”
“Ehmm….kamu detail banget mimpinya, kalau aku sih, nggak pingin muluk-muluk. Yang penting, yang jadi istriku nanti, adalah orang yang sangat aku sayangi dan juga orang yang sangat sayang sama aku. Kalau masalah tempat, dimana aja deh, yang penting sakral,,,weissss, hahahaha..”
“ Yaaah, kalau itu sih sudah pasti. Tapi nih ya, menurutku, aku nggak terlalu peduli, gimana perasaanku ama ama suamiku nanti, yang penting, suamiku yang sayaaaaang banget sama aku. Hehe”
“Dasar,,,kamu itu, emang udah kejam dari orok, ya? Apa maksud kamu nggak peduli? Kamu mau nikah sama orang yang nggak kamu sayang? Itu sama aja kamu bohongin dia!!! Huuuuu…”
“Heh,,bukan gitu, tapi menurutku, …”
“Ah….udah-udah, persepsi kita tentang cinta itu emang beda! Lagian kayaknya udah sering kita bahas. Aku tahu, menurutmu, cinta sesama manusia itu nggak harus memiliki, kan? Menurutmu, yang pantas dimilki dengan utuh hanya cinya-Nya, iya, kan? Huuuuu,,aku heran deh, kenapa ada cewek yang nggak mau memperjuangkan cintanya, kayak kamu!”
“ Eh, nggak ya!! Aku amat sangat memperjuangkan cintaku, tapi sama Allah, nggak seperti kamu, yang doyan gonta ganti pacar, ntar Allah cemburu lho!!’
“Aduh, Mi…..Allah tetep nomor satu buat aku, lagian kamu tahu kenapa aku macarin mereka, itu karena aku mau menuntun mereka ke jalan yang bener!!!”
“Iya, kamu bisa aja punya niat baik kayak gitu, tapi itu kalau kamu seorang ustad, yang udah kuat imannya, lha ini, cuma siswa SMA biasa aja udah berani mau menuntun orang lain, benahin diri sendiri dulu, gih!!!”
“ Aduh, Umi sayang, kamu itu cerewet banget? Heran! Atau kamu cemburu, ya? Kamu suka sama aku? Aduuhhh, malu tuh, ama jilbabmu….hahahahahaha”
“ Heh,,Sorry ya!! Kayaknya nggak mungkin deh, aku suma sama cowok kayak kamu, lagian aku udah tahu semua kartu-kartu merahmu. Idih,,,ge-er banget!!! weeeeeekkkk”
Aku tak sanggup lagi mangingat masa-masa itu, sesak sekali rasanya dada ini, tapi aku masih kuat. Aku yakin aku bisa tegar menghadapi ini. Gelak tawa kami teringat jelas, suka-duka yang kami bagi bersama, sekilas demi sekilas kenangan kebersamaan kami berputar dalam otakku. Untung saja aku bukan wanita yang cenggeng, yang mudah meneteskan air mata, jika tidak, wajahku pasti sudah basah sekarang.
Tak kusadari sudah banyak orang yang memenuhi lantai dasar masjid itu, sepertinya acara akan segera dimulai. Sang MC tampak mengambil microfon dan membuka acara. Kedua mempelai datang dari kejauhan. Aku melihatnya samar-samar, memakai setelan koko berwarna merah maroon, dihiasi pernak pernik emas yang sederhana. Kenapa merah maroon? Warna kesukaanku. Apa maksudnya memilih warna merah itu? Apa dia tidak tahu betapa sakitnya aku melihat warna itu? Aku menelan ludah untuk kesekian kalinya. Kini pandanganku mulai kabur tertutup air mata yang makin menggenang.
“Katanya, orang yang suka warna merah itu ngeyel, nyebelin, dan susah nurut ama orang lain. Menurutku itu bener! Kayak kamu!!”
“Katanya juga, orang yang suka warna hitam atau putih itu keras kepala, egois, kasar dan gak bisa fleksibel ama orang lain. Itu juga kayak kamu!!”
“Wah, ngajak gelut, ki??!!” (Wah, ngajak berantem, nih??!!)
“Kamu duluan. Apapun kata orang, bagiku warna merah itu satu-satunya warna yang buat aku hidup, percaya diri dan semangat.”
“Oke,,dan buat aku, dalam hidup ini cuma ada dua warna, hitam dan putih”
Orang itu, salah satu orang yang selalu kusebut namanya dalam akhir sholatku, yang aku titipkan pada Allah, untuk senantiasa dipersiapkan menjadi seorang imam.
Ia berjalan dan duduk di depan meja putih. Di sampingnya duduk pula seorang wanita cantik memakai gamis merah maroon, dipadukan jilbab pink dan selendang transparan yang serasi. Membuat semua warna itu menyatu dan semakin mengiris hatiku. Ya, Rabb, betapa sakitnya cobaanMu ini. Wanita itu yang kurelakan untuknya, wanita yang kuanggap adikku sendiri.
“Mbak Umi, aku mau bilang sesuatu, tapi mungkin mbak bakal sedikit kaget.”
“Kamu kenapa, sih? Serius amat, udah bilang aja, biasanya juga gitu.”
“Aku,,,,aku….suka sama Mas Abi…”
“Hah!!” Serasa petir menyambar hatiku. Aku palingkan wajahku yang sedari tadi menatap laptop. Aku memandang wajahnya dan meminta keseriusan yang dalam. Aku pun tersenyum.
“Kamu nggak salah?” tanyaku masih tak percaya.
“Aku serius mbak, itu sudah dari dulu. Waktu aku lihat Mas Abi di masjid fakultas, aku tahu Mas Abi anak rohis. Mungkin aku sedikit munafik, aku tahu aku salah. Aku masuk Rohis juga karena pingin deket sama Mas Abi. Aku pindah kos juga karena pingin deket sama Mbak Umi. Aku tahu Mbak Umi orang yang paling deket ama Mas Abi. Aku pingin tahu Mas Abi lebih dalem. Tapi Mbak Umi sahabat Mas Abi kan? Bukan pacar?” tanyanya membuatku tersenyum.
“Aduh, adek, iya…. Aku udah jadi sahabatnya dari SMA. Tapi nggak lebih kok….”. saat itu, sekilas aku teringat saat perpisahan SMA, Abi dengan ringannya mengatakan kalau dia sayang lebih dari sahabat padaku. Namun, aku selalu menggapinya dengan bercanda.
“Berarti Mbak Umi nggak marah donk, kalau aku suka sama Mas Abi?”
“Ya Ampun, Ya nggak lah….kalau aku istrinya baru aku marah. Tapi Dek, mungkin sekarang dek boleh punya niat masuk rohis karena Abi, tapi adek harus janji sama mbak, kalau dek bakal mensucikan niat adek selanjutnya hanya karena Allah. Adek boleh suka sama Mas Abi, tapi titipkan dia sama Allah, biarkan Allah yang mempersiapkan dia menjadi Imam bagi jodohnya, dan kalau Adek jodohnya, adek harus percaya Mas abi bakalan jadi suami adek, toh kalaupun bukan, adek harus percaya ada jodoh yang lebih baik dari Abi di luar sana, untuk adek. Ngerti?”
“Aduuuh, Mbak Umii,,Aku ngerti, aku janji. Aku sayang sama Mbak Umi!!” dia memelukku erat.
Aku melihatnya dari arah samping, dia tepat beberapa langkah dariku. Aku melihat wajahnya, wajah yang sangat aku rindukan tawa dan hangatnya berbicara padaku. Rasanya air mata ini sudah ada di ujung kelopak mataku. Aku memejamkan mata dan menarik nafas. Hanya ada satu tetes air mata yang jatuh ke pangkuanku. Abi, lihatlah, menolehlah, lihatlah bahwa aku datang. Aku memenuhi janjiku.
Allah yang selalu membuatku tegar mengambil keputusan ini, keputusan yang menghancurkan hati Abi dan aku. Hanya Allah yang tahu, karena semua ini hanya untuk-Nya.
“Umi!!! Sipa kamu berani maksa aku seperti ini? Kamu kenal aku dari dulu, kamu tahu sifat asliku, tapi kenapa kamu ….. ” Abi memukulkan kepalan tangan keras sekali di dinding ruang kuliahnya. Sifatnya pemarah inilah yang tak pernah ia tunjukkan di depan orang lain, selain aku.
“Bi, Aku mohon. Kamu tahu dia sakit, biarkan di menyempurnakan agamanya dengan orang yang amat ia sayangi, itu kamu Bi.…”
“ Nggak, Mi. Kalau selama ini kamu jauhin aku karena aku sayang sama kamu, aku terima!! Aku juga nggak akan ganggu kamu, aku justru akan mempersiapkan diriku untuk jadi imammu. Cuma kamu, Umi!! Tapi kalau kamu minta aku untuk menjadi imam orang lain, aku nggak bisa. Maaf …” Dia melangkah cepat meningglkanku.
“Kamu nggak akan pernah jadi Imamku, Bi!!!” ini adalah rencana keduaku jika Abi masih keras kepala.
Abi menghentikan langkahnya. Dia membalikkan badannya, penuh tanya
“Sudah ada orang lain di hatiku, dialah yang akan menjadi imamku. Kami akan menikah minggu depan!!” ucapku tanpa pikir panjang. Yang ada di kepalaku saat itu hanyalah Dek Intan yang sedang sakit parah di rumah sakit. Mungkin umurnya tidak akan lama lagi, dan permintaanya cuma satu, ia ingin menyempurnakan agamanya dengan Abi. Dia memintaku dengan air mata agar membujuk Abi mau menikahinya. Abi terdiam. Hujan tiba-tiba mengguyur kota itu dan kampus yang mulai sepi. Abi menjatuhkan jilidan skripsinya. Lalu dia melihatku, berjalan pelan ke arahku, ditinggalkannya tas dan jilidan skripsi yang susah payah ia selesaikan.
“Kamu bohong, Umi! Aku tahu kamu punya rasa sama denganku dari dulu. Tidak mungkin ada orang lain!” ucapanya perlahan di depanku.
“Tapi jika itu benar, aku bersedia menikahi Intan, setelah kamu menikah dengan lelaki itu. Tapi kamu harus janji, kamu akan datang di akad nikahku. Apa kamu sanggup?” Ya, Rabb, ingin rasanya aku berteriak, air mataku mengalir saat itu juga, aku kenal Abi, dia serius mengatakan itu. Apa aku sanggup?? Hanya Kau yang tahu apa yang dibalik hati ini, kuatkanlah aku ya, Rabb.
Air mataku mulai mengalir deras, saat abi mulai menjabat tangan sang penghulu dan bersiap mengucapkan kalimat sakral itu. Aku tidak sanggup ya, Rabb….Aku sungguh tidak sanggup!!
Lalu ada seseorang yang menepuk pundakku, aku menoleh, wajah teduh itu. Ia mengisyaratkan aku untuk pulang. Aku menoleh lagi ke arah Abi, dia masih tidak melihat ke arahku. Orang itu memegang tanganku dan menarikku lembut, aku berdiri. Mungkin mataku sudah sembam. Aku berjalan menjauh, dan menoleh kebelakang. Suhanallah,, mataku beradu pandang dengan kedua mata Abi. Abi diam, dia belum mengucapkan kalimat sakral itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku memalingkan wajahku dan terdengar samar Abi mengucapalan lafaz akad dengan lancar. Gema takbir yang riuh terdengar semakin jauh.
Tanganku masih digenggam seseorang, seseorang yang bidang punggngnya. Seseorang yang sangat sabar dan berdada lapang bagaikan surga. Nikmat yang manakah, yang aku dustakan? Ya, betapa bangga dan bersyukurnya aku ya, Allah, karena Kau membirkan aku memilikinya, yang sangat sabar meminta cintaku yang telah terlanjur ada pada Abi, yang tak pernah marah padaku karena aku tak bisa mencintainya. Dan nikmat yang manakah yang aku dustakan?? Seseorang itu adalah Sumiku, Imamku menuju surgaMu.
Inilah cinta menurutku, cinta adalah saat kita bahagia melihat orang yang kita cintai pun bahagia. Walalupu tak pernah kita memilikinya, percayalah, karena dengan itu, cinta yang hakiki telah terpatri dalam hati, Allah ya Rabbi… [] Ana 

diambil dari : www.kuntum.com

MAU BIKIN WEBSITE ?? KLIK DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar